Minggu, 29 Januari 2012

"Pendeta dan seorang Ibu tua" (writer: Surya SN)

"Pendeta dan seorang Ibu tua"

Seorang Pendeta bertongkat rapuh ingin mendaki Gunung Cahaya.

Pergilah dia diantara kegelapan malam dan kegelapan gundah hatinya.

Hanya tongkat rapuh dan jubah usang dia ingin menembus dingin dunia dan dingin keraguannya.

Langkah demi langkah bermil-mil berhari-hari dia menatap matahari seakan bertanya dalam letih.

Lagu bait demi bait menemani kerancuan akalnya yang kesepian di jalan ini.

"Pak Pendeta, tolonglah hamba. Anak hamba mati (sambil menunjuk mayat anaknya yang membiru) hamba tak mengerti bagaimana hidup hamba setelah ini"

"Janganlah bertanya padaku ibu tua, tanyalah pada yang membuatmu hidup dan mematikan anakmu"

"Pak Pendeta, lantas akan kemanakah anda?"

"Aku akan ke Gunung Cahaya"

"Untuk apa anda kesana? apakah anda hanya ingin melihat cahaya?"

"Entahlah, aku hanya ingin kesana. Apakah anda tahu wahai Ibu tua?"

"Hamba tidak tahu, tapi mengapa anda bertanya pada saya? Bukankah anda yang melakukan perjalanan, lantas mengapa anda tidak tahu tujuan anda?"

"Aku tidak tahu wahai Ibu tua"

"Hamba pun tidak tahu, bagaimana hidup hamba setelah kematian anak ini"

(Pendeta diam termenung)

"Hamba bertanya pada anda, anda menjawab (tanyalah pada yang membuatmu hidup dan yang mematikan anakmu). Lantas bagaimana anda menjawab pertanyaanku (mengapa anda melakukan perjalanan ini?)

(Pendeta menunduk dan berlutut di depan Ibu tua)

"Wahai Ibu tua, seharusnya aku pun bertanya pada yang membuatku bingung dan yang mempertemukan kita"

"Dialah pencipta langit dan bumi wahai Pendeta"

"Wahai Ibu tua lantas aku harus menjawab apa bila ada yang bertanya (siapakah pencipta langit dan bumi dan dimana dia?)

"Pak Pendeta, jawablah dia yang menciptakan Gunung Cahaya"

"Ya, itulah jawab guruku ketika aku bertanya demikian"

"Lantas Pak Pendeta menuju Gunung Cahaya untuk mencari sang pencipta itu?"

"Iya wahai Ibu tua, namun itu saat sebelum aku bertemu anda. Kini aku tahu andai aku menemukan Gunung Cahaya pun aku belum tentu menemukan sang pencipta"

(Seketika bagai halusinasi Ibu tua itu raib dari pandangan Pendeta)

Dan Pendeta tahu betapa sia-sia hidupnya selama ini, karena tidak ada daya akal manusia yang mampu melampaui yang diluar kemampuannya.

(kiasan dan perumpamaan untuk seseorang yang merasa tahu akan Tuhan, namun dia lupa akan kuasa Tuhan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar